Selasa malam (15-11-2011), terjadi dua peristiwa yang cukup bertolak belakang, disiarkan langsung di beberapa stasiun TV dan disaksikan secara langsung oleh jutaan pasang mata di seluruh penjuru Indonesia. Dua peristiwa tersebut adalah kemenangan tim bulutangkis putra Indonesia atas Malaysia pada final SEA Games 2011 dan kekalahan Timnas Sepakbola Indonesia (timnas senior) atas Timnas Iran dalam event Pra-Kualifikasi Piala Dunia 2014 yang akan digelar di Brazil.
Pertandingan sepakbola antara Timnas Indonesia melawan Timnas Iran dilaksanakan tidak lama berselang setelah tim bulutangkis putra Indonesia memastikan diri merebut medali emas dari Malaysia. Di kandang sendiri, Indonesia menyudahi perlawanan Malaysia dengan skor 3-1. Istora Senayan menjadi saksi berkumandangnya Indonesia Raya saat penyerahan medali. Kurang lebih pukul 19.00 WIB kick-off pertandingan sepakbola pun dilakukan. Saya yakin malam itu seluruh rakyat Indonesia berdoa dan berharap agar timnas senior mendapatkan hasil yang sama dengan tim bulutangkis putra Indonesia. Kalaupun tidak menang, setidaknya bisa seri. Kalaupun tidak bisa, asalkan jangan kalah telak. Ataupun masih tidak bisa, timnas senior minimal menampilkan permainan yang enak ditonton serta menunjukkan semangat merah putih yang pantang menyerah.
Namun, hasil yang didapat jauh dari harapan. Timnas senior kalah telak 1-4 dari Timnas Iran. Beberapa pemberitaan di media memperlihatkan kekecewaan supporter Timnas Indonesia yang menyempatkan diri datang ke GBK. Mereka keluar dari stadion sebelum pertandingan berakhir dengan alasan pertandiangan yang berlangsung tidak menarik. Saya pun menjadi saksi kekecewaan salah seorang penggemar timnas yang langsung mengganti channel TV yang menyiarkan secara langsung tertandingan tersebut. Saya hanya tersenyum sembari mendengar sedikit ejekan tetangga saya tempat saya biasa “numpang nonton”. Tidak salah rasanya jika ada yang berucap untuk timnas senior, “kalaupun kalah kelas, setidaknya jangan sampai kalah semangat dari Iran”.