Jumat, 06 Februari 2009

Asal Mula Persandian di RI





Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata persandian yang berasal dari kata
dasar sandi adalah rahasia atau kode; definisi sinonimnya dalam bahasa
Inggris cryptography, yang berarti pengetahuan, studi, atau seni tentang
tulisan rahasia.
Dalam era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini,
pengertian umum persandian adalah semua kegiatan pengamanan informasi
rahasia yang dilaksanakan berdasarkan konsep, teori dari teknik-teknik
penyandian (enkripsi), serta ilmu pendukung lain secara metodologis,
konsisten, dan sistematis.
Berdasarkan Keppres Nomor 103 tahun 2001 telah ditetapkan Lembaga Sandi
Negara (Lemsaneg) sebagai Lembaga Pemerintahan Non-Departemen yang mempunyai
tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang persandian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka
melaksanakan tugas tersebut Lemsaneg menyelenggarakan fungsi pengkajian dan
penyusunan kebijakan nasional di bidang persandian, koordinasi kegiatan
fungsional dalam pelaksanaan tugas-tugas persandian, dan fasilitas serta
pembinaan kegiatan persandian.

Sejarah persandian
Sejarah persandian Republik Indonesia dimulai dengan berdirinya Dinas Kode
pada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia pada tanggal 4 April 1946.
Dalam perkembangannya, persandian Indonesa secara kelembagaan mengalami
beberapa kali perubahan seiring dengan dinamika kehidupan pemerintahan
Republik Indonesia. Pada 2 September 1949 Dinas Kode Kementerian Pertahanan
tersebut berubah menjadi Djawatan Sandi, dan akhirnya pada 22 Februari 1972
berubah menjadi Lembaga Sandi Negara. Dinas Kode yang dulu hanya
melaksanakan persandian di lingkungan Angkatan Perang Republik Indonesia,
saat ini telah menjadi Lembaga Sandi Negara yang menangani persandian secara
nasional. Dari konteks sejarah itulah, 4 April kemudian dinyatakan dan
diperingati sebagai Hari Persandian Republik Indonesia.
Dalam hal kepemimpinan, sejak pembentukannya, Lembaga Sandi Negara telah
mengalami empat periode kepemimpinan, mulai dari Mayjen TNI (Purn.) Dr
Roebiono Kertopati (1946-1964), Laksda TNI (Purn.) Soebardo (1986-1998),
Laksda TNI (Purn.) BO Hutagalung (1998-2002), dan Mayjen TNI Nachrowi Ramli
terhitung mula 1 Mei 2002 sampai dengan sekarang.
Tentang peralatan persandian yang digunakan untuk mengamankan informasi
rahasia negara, pada saat perang melawan penjajahan hingga perang
kemerdekaan, peralatan sandi yang digunakan sebatas penggunaan sistem One
Time Pad (OTP) dan sistem kode yang dibuat secara mandiri. Saat ini, dengan
berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, peralatan sandi yang
digunakan semakin bervariasi. Peralatan sandi tersebut antara lain telepon
bersandi (cryptophone), faks bersandi (cryptofax), sistem pengamanan data
(data security), secure e-mail, encrypted mobile phone, dan lain-lain.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur penting dalam persandian. SDM
persandian pada awal berdirinya direkrut secara ketat dan pribadi oleh Dr
Roebiono Kertopati sendiri. Dalam hal memenuhi kebutuhan SDM persandian yang
profesional Lemsaneg melaksanakan program Pendidikan dan Pelatihan Teknis
Pembentukan Sandiman, yang dapat diikuti oleh personel dari berbagai
instansi pemerintah, dan Akademi Sandi Negara. Dalam rangka meningkatkan
kualitas personel sandi yang dikaitkan dengan teknologi informasi dan
komunikasi yang berkembang pesat, sesuai Keppres Nomor 22/2003, Akademi
Sandi Negara ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Tinggi Sandi Negara
(STSN).

Kondisi saat ini
Selama 58 tahun, persandian RI telah berperan dalam mengamankan informasi
rahasia negara, langkah-langkah strategis telah dilakukan untuk menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya menjaga kerahasiaan
informasi negara semakin hari semakin menghadapi tantangan, karena ada
beberapa indikasi penyadapan informasi rahasia negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh negara lain. Beberapa indikasi kasus penyadapan
informasi yang telah terjadi antara lain:
Pertama, pada 1980-an UKUSA yang dibentuk oleh Amerika, Inggris, Kanada,
Selandia Baru, dan Jerman menggelar ‘Echelon Operation’ suatu operasi yang
bertujuan melakukan penyadapan terhadap sarana telekomunikasi di seluruh
dunia (www.himaay.net).
Kedua, pada 1991 Australia menggelar ‘Jupiter Operation’ dan ‘Larswood
Operation’ untuk menyadap pemberitaan yang ditransmisikan melalui satelit
Palapa (www.msnbc.com).
Ketiga, NBC News tanggal 12 September 1999 menyebutkan bahwa satelit
mata-mata AS bekerja sama dengan Australia (Orion Spy Satelite) berada di
atas wilayah Indonesia untuk menyadap sinyal komunikasi seluler
Jakarta-Dili.
Keempat, terungkapnya penyadapan pembicaraan telepon antara Presiden BJ
Habibie dan Jaksa Agung Andi Ghalib tahun 1999, seperti termuat pada majalah
Panji Masyarakat tanggal 24 Februari 1999.
Kelima, pada 2001 FBI mengakui bahwa AS mengembangkan teknologi mata-mata
lewat internet dengan nama ‘Magic Lantern’ untuk menyadap komunikasi
komputer (www.msnbc.com).
Keenam, sinyalemen yang diekspose media Australia Sydney Morning Herald
tanggal 14 Maret 2002 tentang operasi penyadapan oleh Defense Signal
Directorate (DSD) terhadap komunikasi Jakarta-Dili antara pejabat militer RI
periode pra-jajak pendapat Timtim.
Ketujuh, Februari 2004 Tim Lemsaneg mendapatkan indikasi ditemukannya alat
menyadap yang dipasang di beberapa Kedutaan Besar RI di luar negeri.
Dalam menghadapi tantangan terhadap upaya penyadapan informasi rahasia
tersebut, Lemsaneg telah melaksanakan kebijakan strategis dalam pengabdian
kepada negara dan dituangkan di dalam strategi kebijakan Sistem Persandian
Nasional (Sisdina).
Sisdina adalah totalitas atau keterpaduan kegiatan pembinaan sumber daya
manusia, perangkat lunak, dan perangkat keras persandian, yang saling
terkait satu sama lain sebagai satu kesatuan yang utuh dalam rangka
penyelenggaraan tugas persandian dan kegiatan pengamanan berita rahasia
negara. Sisdina terdiri dari dua unsur utama yaitu pembinaan persandian dan
operasional persandian. Pembinaan mencakup SDM, Jaring Komunikasi Sandi, dan
Material Sandi yang digunakan dalam operasional persandian. Sebagai
penjabaran Sisdina, Lemsaneg telah melakukan langkah-langkah antara lain:
Pertama, menggelar Jaring Komunikasi Sandi bagi Pejabat Negara (VVIP),
berupa telepon bersandi (cryptophone), yang digelar dalam jaring tertutup
dan terbatas pada pejabat tertentu yang memiliki kewenangan strategis.
Kedua, menggelar Jaring Komunikasi Sandi bagi instansi-instansi pemerintah
serta perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dengan perlengkapan sandi
cryptophone, cryptofax, dan data security.
Ketiga, secara konsisten telah turut serta mendukung operasional
penanggulangan daerah bergolak seperti Provinsi NAD, Papua, Maluku, Maluku
Utara, dan Atambua. Kebijakan strategis Lemsaneg adalah menugaskan personel
Lemsaneg yang dilengkapi peralatan sandi berupa cryptophone, cryptofax dan
data security dalam tim pemerintah dalam kendali atau koordinasi Menko
Polkam.
Keempat, pejabat Lemsaneg turut serta dalam setiap kunjungan Presiden ke
luar negeri untuk memberi dukungan pengamanan komunikasi dan informasi bagi
Presiden.
Kelima, Lemsaneg bekerja sama dengan Departemen Pertahanan sedang melakukan
penelitian hukum dalam kerangka penyusunan Rancangan Undang-Undang
Kerahasiaan Negara (RUU-KN).
Keenam, melakukan litbang peralatan sandi dengan melakukan rancang bangun
dan penciptaan peralatan sandi dalam upaya kemandirian di bidang persandian.
Ketujuh, menyusun kebijakan dan standarisasi persandian nasional. Kedelapan,
menyusun Rencana Strategis (Renstra) Jaring Komunikasi Sandi Nasional, dalam
rangka mendukung pengamanan informasi bagi sektor pemerintah dan non
pemerintah.
Masa datang
Dengan meningkatnya kebutuhan dan semakin kompleks serta canggihnya ancaman,
persandian masa depan diharapkan menjadi persandian yang antisipatif
terhadap tantangan dan ancaman, fleksibel terhadap dinamika perubahan, dan
responsif terhadap tuntutan pelayanan persandian dan pengamanan informasi.
Persandian masa mendatang bukanlah persandian yang terbatas pada lingkup
instansi pemerintah dan BUMN, tetapi juga kebutuhan pengamanan informasi
dalam lingkup kepentingan masyarakat, khususnya dalam kerangka pengembangan
dan pendayagunaan telematika nasional, implementasi e-government, dan sistem
pengamanan segala jenis transaksi elektronik.
Namun demikian, seperti ungkapan populer: “the man behind the gun”, maka
faktor manusia sebagai pengguna informasi dapat menjadi titik rawan terhadap
bocornya suatu informasi. Jika pengguna informasi kurang mempunyai dedikasi
dan loyalitas tinggi, dan jika security awareness di lingkungan pengguna
informasi rahasia sangat rendah, maka segala upaya yang dilakukan Persandian
RI akan sia-sia. Memang, kebocoran suatu informasi rahasia sulit dibuktikan
secara fisik. Namun beberapa kegagalan diplomasi, beberapa kasus penyadapan
di KBRI merupakan pendorong untuk meningkatkan security awareness pada
setiap warga negara Republik Indonesia.

1 komentar:

  1. menarik2
    makasih info nya
    trus buat karya2 yang lainnya ya
    ditunggu

    add me :
    YM : raptor_331987xl
    e-mail : raptor_331987xl@yahoo.com
    blog : amordanalyst.blogspot.com

    BalasHapus

terima kasi yah
madridista89

Daftar Blog Saya

Entri Populer