Kamis, 18 Juni 2009

Aplikasi Tata Hukum dan Norma dalam Kehidupan Mahasiswa STSN





A.Latar Belakang
Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan peradaban dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial. Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual. Para sejarawan abad ke-20 telah memandang sejarah hukum dalam cara yang lebih kontekstual, lebih sejalan dengan pemikiran para sejarawan sosial. Mereka meninjau lembaga-lembaga hukum sebagai sistem aturan, pelaku dan lambang yang kompleks, dan melihat unsur-unsur ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil.
Setiap manusia mempunyai kepentingan. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh makan, pakaian, tempat berteduh, dan sebagainya. Menginjaki dewasa bertambahlah jumlah dan jenis kepentinagnnnya : bermain-main, bersekolah, bekerja, berkeluarga, dan sebagainya. Dari sejak kecil beranjak dewasa serta menjelang saat ia meninggal dunia kepentingannya berkembang.
Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya yang mengancam kepentingannyaa, sehingga seringkali menyebabakan kepentingannya ataau keinginananya tidak tercapai. Manusia menginginkan agar kepentingan-kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancamnya. Untuk itu, ia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan kerjasama dengan manusia lain akan lebih mudahlah keinginannya tercapai atau kepentingannnya terlindungi. Lebih-lebih mengingat bahwa manusia itu makhluk yang lemah dalam menghaadapi ancaman bahaya terhadap dirinya atau kepentingannya akan lebih kuat kedudukannay menghadapi bahaya apabila ia bekerja sama dengan manusia lain dalam kelompok atau kehidupan bersama. Ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin perlindungannya apabila ia hidup dalam masyaraakat, yaitu salah satu kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanaya dimengerti oleh sesama anggota. Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama.
Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali). Oleh karena itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; fiat justitia et pereat mundus ( meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan ). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.


Terkait mengenai dasar dan sejarah hukum yang ada, oleh karena itu kami rasa sangat perlu sekali adanya pembahasan mengenai hal tersebut, maka kami membuat paper yang berjudul Tata Hukum dan Norma dalam Kehidupan Mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara. Selain alasan diatas, kami membuat paper ini karena kami ditugaskan untuk membuat suatu paper yang sangat erat kaitannya tentang suatu norma dalam suatu masyarakat yang ada di suatu komunitas.

B.Tujuan
Paper ini bertujuan untuk :
1.Mengetahui mengenai kaedah-kaedah social yang ada di lingkungan kita.
2.Mengetahui sanksi-sanksi yang akan diterima apabila melanggar kaedah-kaedah tersebut.
3.Mengetahui hukum, hak, dan kewajiban sebagai subjek hukum.

C.Metode Penulisan
Dalam menyusun paper ini, penulis menggunakan metode penulisan yang berupa studi kepustakaan
















BAB II
KAEDAH – KAEDAH SOSIAL


A.Umum
Suatu kehidupan bermasyarakat diperlukan sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Kenyataannya hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam usaha menyelesaikan suatu perkara adakalanya hakim menghadapi masalah belum adanya peraturan perundang-undangan yang dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan, walaupun semua metode penafsiran telah digunakan.
Ide Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Masyarakat itu merupakan tatanan sosial psikologis. Manusia individual memiliki kesadaran akan adanya sesame manusia, hal ini mempengaruhi pikiran, perasaan dan perbuatan. Sudah menjadi sifat pemabwaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat. Karena manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia dan masyarakat merupakan pengertian yang komplementer, dalam masyarakat manusia saling berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama ini menyebabakan adanya interaksi, kontak atau hubungan satu sama lain. Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan maupun menimbulkan pertentangan (konflik). Konflik ini tidak dapat dihindarakan. Oleh karena itu keseimbangan tatanan masyarakat harus dipulihkan ke kedaan semula.
Jadi manusia dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan yang tercapai dengan terciptanya pedoman untuk peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam bermasyarakat agar tidak merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Pedoman, patokan atau ulkuran untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini disebut norma atu kaedah sosial.
Kaedah sosial pada hakekatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku yang seyogyanya dilakukan atau yang tidak dilakukan, yang dilarang atau yang dianjurkan untuk dilakukan. Dengan kaedah social ini, hendaknya dapat dicegah gangguan – gangguankepentingan manusia, akan dapat dihindarkan benturan kepentingan manusia. Untuk melindungi kepentingan social dalam masyarakat, terdapat beberapa kaedah social, diantaranya adalah kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun, dan kaedah hukum.

B.Kaedah Kepercayaan / Keagamaan
Kaedah kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaedah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaedah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agam yang oleh penganutnya dianggap sebagai perintah Tuhan, dan hanya tuhan lah yang mengancam para pelanggar kaedah kepercayaan atau agama ini dengan sanksi.
Kaedah kepercayaan atau keagamaan ini bertujuan untuk kesempurnaan manusia. Oleh karena itu, kaedah ini ditujukan kepada seluruh umat manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Kaedah keprcayaan ini tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi kepada sikap batin manusia. Diharapkan dari manusia bahwa sikap batinnya sesuai dengan isi kaedah kepercayaan atau keagamaan. Kaedah ini hanyalah membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban semata dan tidak memberikan hak.

C.Kaedah Kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan buruk yang dapat merugikan diri sendiri. (sumber : indoskripsi)
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto dalam buku “Perihal Kaidah Hukum” diterangkan bahwa kaidah kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung kaidah kesusilaan adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota mayarakat yang terorganisir
Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo, diterangkan dalam bukunya “Mengenal Hukum” bahwa, asal atau sumber kaidah kesusilaan adalah dari diri manusia sendiri, memiliki sifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, melainkan ditujukan kepada sikap batin manusia. Batinya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaedah kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaan di luar dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran kaidah kessusilaan, maka akan timbul dalam hati nurani pelaku yaitu rasa penyesalan, rasa takut dan sebagainya.

D.Kaedah Kesopanan
Kaedah kesopanan yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia yang diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap lingkungan sekitarnya . Kaedah atau norma kesopanan didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan, atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat.
Tujuan adanya norma ini adalah untuk mengatur perbuatan konkret manusia agar tercipta kehidupan masyarakat yang tertib, damai, dan tenteram. Sedangkan bila dikaji dari isinya, norma ini diberlakukan untuk sikap lahir manusia demi penyempurnaan tujuan yang ingin dicapai. Pada hakekatnya norma kesopanan digunakan untuk memulihkan keseimbangan tatanann masyarakat yang telah terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran kaedah agar kembali dalam keadaan semula. Sopan-santun menyentuh manusia tidak semata-mata sebagai individu tetapi sebagai makhluk sosial jadi menyentuh kehidupan bersama.
Asal-usul adanya norma kesopanan yaitu dari kekuasaan di luar manusia atau yang sering disebut heteronom. Sanksi yang diberikan dapat berupa teguran, cemooh, celaan, pengucilan, dan sebagainya. Sanksi ini dilakukan oleh masyarakat secara terorganisir, tetapi oleh setiap orang secara terpisah dan tergantung oleh orang yang menghendaki dalam memberi sanksi. Norma kesopanan berkaitan erat pula dengan perilaku khas suatu daerah atau yang sering kita sebut dengan adat-istiadat.
Contoh norma kesopanan:
Tidak meludah di sembarang tempat
Memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan
Tidak kencing di sembarang tempat
Membungkukkan badan ketika berjalan di depan orang yang lebih tua (orang Jawa)

E.Kaedah Hukum
Telah dijelaskan bahwa kepentingan masyarakat perlu dilindungi maka dari itu lahirlah ketiga kaedah social yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, ketiga kaedah social tersebut dirasa belum cukup melindungi kepentingan-kepentingan yang ada di masyarakat. Untuk melengkapi hal itu lahirlah kaedah yang lebih mengikat dan lebih memberikan perlindungan yaitu kaedah hukum.
Kaedah hukum ditujukan untuk perbuatan-perbuatan yang konkrit atau riil. Nyata telah berbuat suatu tindakan baik yang mengikuti aturan ataupun melanggar aturan. Bukan hanya dari hal-hal yang dipikirkan atau dibatin saja. Seseorang tidak akan dihukum karena telah berpikir untuk melanggar aturan. Tetapi ada kalanya setelah terjadi suatu perbuatan konkrit yang relevan bagi hukum, kemudian mencampuri batin manusia juga. Seperti mempermasalahkan ada/tidaknya suatu niat, ketidaksengajaan, itikad baik dan sebagainya yang semuanya ini tidak akan tampak secara kasat mata.
Kaedah hokum berasal dari luar kekuasaan diri manusia dan dipaksakan kepada seluruh masyarakat. Dalam hokum, manusia-lah yang secara resmi diberikan kekuasaan untuk memberikan sanksi. Lembaga Pengadilan-lah yang berhak mengatur semuanya. Kalau dari ketig kaedah sebelumnya hanya memberikan kewajiban, kaedah hokum juga memberikan hak.
Kaedah hokum berisi kenyataan normative dan bukan kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit. Bukan menyatakan sesuatu yang terjadi secara nyata, tetapi apa yang seharusnya terjadi. Kalau nyata-nyata perbuatan yang dilarang tersebut dilakukan barulah terjadi kenyataan alamiah, barulah terjadi peristiwa konkrit. Di dalam undang-undang tidak dapat dibaca “Siapa yang benar-benar mencuri hokum” tetapi “Siapa yang mencuri harus dihukum”. Kaedah hukum itu bersifat pasif. Agar kaedah hokum menjadi aktif dibutuhkan stimulus. Dan stimulusnya adalah peristiwa konkrit. Dengan adanya peristiwa konkrit maka kaedah hokum aktif atau berlaku. Suatu peristiwa konkrit tidak mungkin dengan sendirinya menjadi peristiwa hokum. Suatu peristiwa hokum tidak mungkin terjadi tanpa adanya kaedah hokum. Peristiwa hokum diciptakan oleh kaedah hokum demikian sebaliknya.






BAGAN KAEDAH SOSIAL

Kaedah Kepercayaan
Kaedah Kesusilaan
Kaedah Kesopanan
Kaedah
Hukum
Tujuan
umat manusia : penyempurnaan manusia agar tidak sampai berbuat jahat
pembuatnya yang konkrit: ketertiban masyarakat agar tidak terjadi korban
Isi
ditujukan kepada sikap batin manusia
ditujukan kepada sikap lahir manusia
Asal Usul
dari tuhan
dari diri manusia
dari kekuasaan luar manusia yang memaksa
Sanksi
dari tuhan
dari diri manusia
dari masyarakat secara tidak resmi
dari masyarakat secara resmi
Daya Kerja
membebani kewajiban
membebani kewajiban dan memberikan hak

E.1. Isi Kaedah Hukum
Ditinjau dari segi isinya kaedah hukum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1.Kaedah hukum yang berisi perintah atau suruhan
Hukum yang mau tidak mau harus dijalankan atau ditaati. Contoh dari kaedah hukum yang berisikan suruhan dan berasal dari bidang hukum misalnya pasal 22 ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang Dasar 1945.
2.Kaedah hukum yang berisikan larangan
Contoh kaedah hukum yang berisikan larangan adalah dari bidang hukum perdata misalnya pasal 45 ayat 1 Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anaknya sebaik-baiknya. Pasal 8 dari undang-undang yang sama secara tegas berisikan larangan, oleh karena di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa perkawinan dilarang anatara dua orang yang dilarang oleh peraturan agama dan peraturan lainnya seperti hubungan darah atau hubungan saudara.
3.Kaedah hukum yang berisikan kebolehan
Contoh dari kaedah hukum yang berisikan kebolehan antara lain dapat dijumpai pada pasal 29 ayat 1 dari undang-undang yang sama. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pihak pihak yang menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan asalkan tidak melanggar batas-batas hukum agama dan kesusilaan.

E.2. Sifat Kaedah Hukum
1.Kaedah hukum yang bersifat Imperatif
Kaedah hukum yang bersifat imperatif adalah kaedah-kaedah hukum yang secara apriori harus ditaati . Artinya apabila seseorang hendak melakukan perbuatan X maka tidak boleh tidak dia harus menaati kaedah-kaedah hukum tertentu yang berhubungan dengan perbuatan X. Maka demikian maka kaedah hukum imperatif merupakan kaedah dimana terdapat suatu keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan oleh suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Misalnya di dalam pasal 1334 ayat 2 dinyatalkan bahwa seorang ahli waris tidak dapat menolak bagian dari harta waris yang akan diterimanya sebelum semua harta dibagikan kepada semua ahli waris, maka penolakan tersebut tidak dapat diakui secara sah walaupun dengan seizin pewaris.
2.Kaedah hukum yang bersifat fakultatif
Kaedah hukum yang bersifat fakultatif tidaklah secara apriori mengikat atau wajib dipatuhi. Arinya kalau hendak melakukan perbuatan Y maka boleh menaati ataupun tidak menaati kaedah hukum tertentu yang berhubungan dengan Y. Arti tidak menaati kaedah hukum fakultatif adalah menciptakan sendiri hukum yang bermaksud untuk mengatur perbuatan Y tersebut Dengan demikian maka kaedah hukum fakultatif adalah kaedah hukum yang didalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

E.3. Bentuk Kaedah Hukum :
1.Bentuk Kaedah Hukum Tertulis
Bentuk ini dituangkan dalam bentuk tulisan maka mudah untuk diketahui dalam bentuk undang undang .
2.Bentuk Kaedah Hukum Tidak Tertulis
Bentuk ini tumbuh di dalam dan bersama masyarakat secara spontan dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat tetapi karena tidak ditulis sehingga tidak mudah untuk diketahui.

E.4. Azas-azas Hukum
1.Asas Legalitas, terkandung dalam pasal 1 ayat (1) KUHP.
Hukum pidana harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidanaan harus berdasarkan undang-undang.Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut berisi dua hal :
Suatu tindak pidana/delik harus dirumuskan didalam peraturan undang-undang;hal ini berakibat bahwa perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang tidak dapat disebut sebagai delik dan tidak dapat dipidana; jadi sesuai asas tersebut, hukum yang tidak tertulis tidak dapat diterapkan; tetapi ada pengecualian untuk hukum pidana adat yang tidak tertulis, yang masih juga harus diperhatikan UU No. 1/Drt/1951. ada konsekuensi lain, yaitu ada pendapat bahwa dalam pidana terdapat larangan penggunaan analogi, yaitu membuat perbuatan yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada kemiripannya, dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik. Tentang analogi akan dibicarakan dibawah.
Peraturan undang-undang itu harus ada sebelum tindak pidana/delik terjadi. Hal ini berarti, bahwa seseorang hanya dapat dijatuhi hukuman jika perbuatannya itu telah ada/telah disebut didalam KUHP. Jadi menurut pasal 1 ayat (1) Jika orang dituduh melakukan sesuatu kejahatan, akan tetapi kemudian terbukti, bahwa perbuatannya itu tidak terdapat dalam KUHP, maka si tersangka tadi dibebaskan dari tuduhannya tersebut, dan dia tidak dijatuhi hukuman.

Dari pasal 1 ayat (1) ini dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
Hukum pidana itu mencegah adanya penjatuhan hukuman secara sewenang-wenang oleh pengadilan(hakim).
Dapat dicapai kepasti hukum.
Hukum pidana itu bersumber pada hukum tertulis.


2. Asas tidak berlaku Surut,
Ditentukan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP (pengecualian pasal 1 KUHP)Ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut (strafrecht heeftgeen terugwerkende kracht). Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari terhadap tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tdk dapat dipidana atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa.
Asas ini merupakan asas fundamental dalam negara hukum walaupun tidak dicantumkan dalam undang-undang dasar, sehingga pembentuk undang-undang tidak dengan gegabah menyimpang dari asa tersebut.
Peraturan yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP dikecualikan oleh pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbunyi : “Apabila ada perubahan peraturan perundangan sesudah perbuatan itu dilakukan, maka haruslah dipakai aturan yang ringan bagi tersangka.”

3.Asas larangan penggunaan analogi
Larangan penggunaan analogi, yaitu untuk membuat perbuatan yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada kemiripannya, dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik. Dapat pula analogi terjadi bilamana menganggap bahwa suatu peraturan hukum tertentu juga meliputi suatu hal yang nbanyak kemiripannya/kesamaannya yang telah diatur, padahal semula tidak demikian.
Analogi biasanya terjadi dalam hal-hal ada sesuatu yang pada saat pembuatan suatu peraturan hukum sesuatu yang baru itu tidak terpikirkan/tidak mungkin dikenal oleh pembuat undang-undang padsa zaman ini.contoh, pencurian aliran listrik. Aliran listrik dianalogikan sebagai barang. Analogi berkaitan erat dengan masalah penafsiran / interpelasi. Hal ini analogi berdasarkan kenyataan bahwa suatu undang-undang tertulis dan bersifat statis masih perlu ditafsirkan dalam pemberlakuannya, terutama oleh hakim pada waktu menerapkannya. Tujuan menafsirkan adlah untuk mencari arti yang sebenarnya dari putusan kehendak para pembentuk undang-undang yang menuangkan kedalam rumusan-rumusan yang tertulis dalam undang-undang.

Berlakunya hukum pidana menurut tempat dan orang :
a.Asas Teritorialitas (pasal 2 KUHP)
Yang paling pokok dalam asas ini dalam hubungannya dg berlakunya undang-undang hukum pidana dapat pula yang diutamakan ialah batas-batas teritorial dimana undang-undang hukum pidana tersebut berlaku.tolak pangkal dari pemikiran untuk penerapan asas teritorial ialah bahwa diwilayah indonesia, hukum pidana indonesia mengikat bagi siapa saja(penduduk/bukan penduduk) . dasarnya ialah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib memelihara sendiri ketertiban hukum dalam wilayahnya.
b.Asas personalitas (Nasional aktif)
Dasar dari asas ini ialah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warganya.
c.Asas perlindungan (Nasional Pasif)
Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya.

E.5. Dasar Psikologis dari Hukum
1. Peranan Psikologi pada Hukum
Ketika orang mendengar psikologi asosiasinya masih terbatas. Masih berkisar pada tes inteligensi, meramal sifat orang, mengurusi orang gila, dan semacamnya. Tampaknya sangat sempit dan bias dalam menilai. Kenapa? karena pada dasarnya semua ilmu bila harus dipelajari dengan serius memang menjadi tidak mudah dicerna. Karena pengertian yang ditangkap masyarakat terbatas pada masalah yang kecil-kecil, sederhana, tampak di permukaan saja, terlebih lagi bila menyenangkan. Itu semua bisa terlihat dari informasi-informasi yang diminati, ringan, dan mengarah ke hal-hal yang psikologi semu (pseudopsychology).
Memang tidak salah kalangan diluar psikologi tidak bisa menilai dengan tepat apa itu psikologi. Justru kalangan yang berkecimpung di psikologilah yang berkewajiban menjelaskannya. Terlepas dari itu semua, perkembangan psikologi akhir-akhir ini sangat cepat. Meliputi hampir semua aspek kehidupan yang melibatkan manusia. Tidak hanya luasnya jangkauan yang bisa digarap psikologi, tetapi kajian terhadapberbagai aspek kehidupan itu juga makin mendalam.

2.Relevansi
Perkembangan psikologi bukan semata karena agresivitasnya menjangkau berbagai bidang, tetapi juga karena kebutuhan akan psikologi di berbagai bidang.Hubungannya timbal baik memang. Di Indonesia, beberapa waktu yang lalu seorang menteri menyatakan pentingnya peran serta psikologi dalam proses peradilan. Tampaknya tidak banyak tanggapan terhadap ide itu. Terbukti sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Barangkali dari keduanya, kalangan psikologi dan hukum sama-sama belum yakin akan perlunya kerjasama itu. Barangkali juga karena belum siap.Atau mungkin karena sebab yang lain. Apa relevansinya campur tangan psikologi terhadap proses peradilan dan hukum umumnya? Memang ada yang agak sinis melihat hal ini. Baik dari kalangan psikologi maupun hukum. Anggapannya, karena keduanya berbeda maka tidak perlu kerjasama.
Hukum dan psikologi memang berbeda, kalau dilihat dari sudut perbedaannya. Namun psikologi dan hukum juga sama, kalau dilihat dari kesamaannya. Nah, mau dilihat dari mana? Bila dilihat dari objek formalnya memang berbeda. Di sisi lain objek material keduanya sama, manusia. Kalau sama-sama menangani masalah manusia, kenapa tidak bekerja sama?
Dengan memahami permasalahan tadi tidak mengherankan bila seorang menteri kita mengharapkan sumbangan psikologi terhadap hukum. Kenapa sumbangan psikologi terhadap hukum? Kenapa bukan sumbangan hukumterhadap psikologi? Tentu saja selama namanya kerjasama, psikologi dan hukum bisa saling menyumbang. Bisa juga saling disumbang. Legalisasi atau perlindungan hukum terhadap suatu eksperimen psikologi, misalnya, berarti hukum memberi sumbangan terhadap psikologi. Contoh lainnya, hukum perburuhan bisa dijadikan landasan oleh para psikolog dalam memberikan perlakuan terhadap karyawan. Banyak lagi contoh sumbangan hukum terhadap psikologi.
Sebaliknya, psikologi juga bisa memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap hukum. Banyaknya sumbangan psikologi yang diharapkan bisa diberikan kepada hukum tercermin dalam pernyataan Hutchins (1933) yang menulis bahwa hukum selalu mendasarkan pada asumsi-asumsi tentang bagaimana orang berperilaku dan psikolog tahu bagaimana orang berperilaku.
Menarik sekali pertanyaan diatas. Dilihat dari tahun ketika hal itu disampaikan saja memperlihatkan adanya kesadaran yang sudah lama muncul tentang betapa besar relevansi melibatkan psikologi dalam masalah hukum. Kesadaran itu muncul justru karena ahli - ahli hukum sadar bahwa hukum tidak bisa hanya sekedar dalam buku tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hukum itu daIam tingkah laku. Dengan kata lain perluasan titik pandang dari law i books ke law in actions membawa psikologi untuk berperan serta dalam berbagai aspek tentang hukum.

E.6. Subjek Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan internasional.


Jenis-Jenis Subjek Hukum Internasional,antara lain :
1.Individu
Dalam kajian Normatif, individu merupakan Subjek Hukum Internasional yang utama berdasarkan pendapat dari Hans Kelsen karena memiliki kapasitas aktif maupun pasif. Kapasitas aktif berarti ilmu hukum memberikan peran terhadap individu sebagai aktor atau pelaku dari ketentuan nomatif yang dihasilkan dari Hukum Internasional itu sendiri.
Atau dengan kata lain sesuai dengan pendapat Hans Kelsen, individu merupakan satu-satunya subjek Hukum Internasional yang memiliki hak dan kewajiban hukum terhadap aplikasi ketentuan normatif dan prosedural terhadap penuntutan kejahatan internasional. Dalam kapasitas aktif tersebut, seorang individu dapat diminta pertanggungjawabannya atas perbuatan atau tindakannya secara hukum. Kapasitas pasif berarti individu atau kelompok individu merupakan sasaran atau target dari ketentuan keempat cabang ilmu hukum tersebut, dan juga posisi individu sebagai korban dari pelanggaran ketentuan normatif yang ada.
2.Negara
Negara adalah suatu pengertian abstrak. Negara merupakan konsep hukum teknis yang didalamnya merupakan suatu organisasi kekuasaan yang bisa menyelenggarakan hubungan internasional dalam mencapai tujuan bersama (common goals). Disamping itu, negara adalah suatu entitas yang bisa dituntut atau menuntut dalam hubungan tersebut karena negara memiliki alat hubungan dalam negeri maupun alat hubungan luar negeri.


BAB III
PENERAPAN NORMA / KAEDAH SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MAHASISWA STSN

A.Penerapan Norma Keagamaan / Kepercayaan
Sesuai dengan definisi dari norma keagamaan yang telah dijelaskan di atas, ada beberapa poin penting yang menyusun norma ini. Diantaranya yaitu :
Hubungannya langsung dengan Tuhan.
Hanya mengatur sikap batin manusia.
Bersumber dari ajaran agama atau kepercyaan.
Hanya membebankan kewajiban.
Norma ini juga mengatur kehidupan mahasiswa STSN. Hal ini dapat terlihat dari Kegiatan Harian Mahasiswa dimana setiap hari Kamis sore dan malam. Seluruh mahasiswa wajib melaksanakan kegiatan rohani sesuai dengan kepercayaannya masing – masing. Hal tersebut termaktub dalam buku saku Peraturan Kehidupan Mahasiswa (Perdupma) pasal 15 yang berbunyi :
Seluruh mahasiswa diwajibkan secara aktif melaksanakan ibadah menurut agamanya masing – masing, baik secara perorangan maupun bersama – sama.
Di samping kegiatan sehari – hari secara perorangan, mahasiswa dibimbing melalui kegiatan pengajaran atau ceramah kerohanian.
Peringatan hari besar keagamaan dapat diselenggarakan oleh mahasiswa melalui organisasi kemahasiswaan STSN.
Pelaksanaan kegiatan keagamaan di dalam Kampus tidak boleh bertentangan dengan prinsip – prinsip kerukunan hidup anar umat beragama.
Dan juga tertera dalam poin teratas (pertama) Kode kehormatan Mahasiswa STSN yaitu “hamba Tuhan yang bertaqwa”.

B.Penerapan Norma kesopanan
Norma Kesopanan lahir atas suatu kebiasaan – kebiasaan yang telah diyakini sebagai suatu kaedah yang mengatur sikap dan perilaku suatu anggota masyarakat dalam suatu daerah atau tempat tertentu. Adapun di lingkungan Kampus STSN sendiri juga terdapat norma kesopanan yang mengatur kehidupan mahasiswa STSN baik ketika di dalam maupun di luar kampus. Hal ini sebagaimana termaktub dalam buku Perdupma pasal 33 yang berbunyi :
Hubungan antar mahasiswa merupakan hubungan persaudaraan dari satu keluarga besar STSN.
Hubungan antar mahasiswa dari tingkat yang lebih tinggi dengan mahasiswa yang lebih rendah merupakan hubungan antar Kakak dan Adik, dengan prinsip saling asah, asih dan asuh yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Di bidang akademik mahasiswa Kakak Tingkat sedapat mungkin membantu, membimbing atau menuntun mahasiswa Adik Tingkat dalam mengikuti pendidikan di STSN, sehingga dapat mencapai prestasi pendidikan secara optimal.
Di bidang disiplin dan tata tertib mahasiswa Kakak Tingkat harus dapat menjadi contoh teladan dan berkewajiban memberikan nasehat atas setiap pelanggaran yang dilakukan mahasiswa Adik Tingkatnya.
Mahasiswa Adik Tingkat wajib member hormat dengan cara mengambil sikap sempurna dan memberi salam terlebih dahulu kepada mahasiswa Kakak Tingkatnya dalam setiap perjumpaan. Mahasiswa Kakak Tingkat wajib membalas penghormatan yang diberikan tersebut.
Mahasiswa Adik Tingkat berkewajiban mematuhi/memperhatikan nasehat atau bimbingan dari mahasiswa Kakak Tingkatnya.

Selain pasal 33, penerapan dari norma kesopanan ini juga terdapat pada pasal 34 tentang hubungan mahasiswa dengan sesame generasi muda, pasal 35 tentang hubungan mahasiswa dengan para Pejabat Lembaga Sandi Negara, dan pasal 36 tentang hubungan mahasiswa dengan masyarakat. Selain itu juga segala perilaku serta sikap mahasiswa lainnya seperti berpakaian harus sopan dan rapih (Perdupma pasal 47), berbicara dengan jelas dan teratur serta sopan (Perdupma pasal 49), dan dalam pasal 48 yaitu tentang berdiri, berjalan dan duduk serta tentang berkenalan sebagaimana tercantum pada pasal 50.

C.Penerapan Norma Kesusilaan
Contoh dari norma kesusilaan dalam kehidupan mahasiswa STSN yaitu sebagaimana diatur dalam Perdupma pasal 8 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
Mahasiswa STSN dilarang menyimpan, menyaksikan, mendukung atau mengedarkan pornografi.
Mahasiswa STSN dilarang melakukan pornoaksi.

D.Penerapan Norma Hukum
Norma hukum ini muncul karena adanya kegelisahan dalam masyarakat akan ketegasan perlindungan terhadap hak – haknya sehingga harapannya supaya ketertiban dan keamanan dapat lebih terjamin. Bentuknya dapat berupa penegasan yang terikat berlaku bagi seluruh anggota masyarakat. Adapun contoh penerapan dari norma hokum ini dalam kehidupan mahasiswa STSN yaitu sebagaimana tercantum dalam Perdupma pasal 44 mengenai sanksi. Berikut ini bunyinya :
Mahasiswa yang melakukan pelanggaran selain dari pelanggaran terhadap Kode Kehormatan Mahasiswa STSN diberikan sanksi yang edukatif/disiplin.
Pelanggaran – pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan tertulis baik yang ditetapkan oleh Lemsaneg RI dan STSN, maupun terhadap ketentuan – ketentuan yang tidak tertulis yaitu segala sesuatu yang tidak boleh terjadi dalam kehidupan Mahasiswa di lingkungan kampus.
Sanksi meliputi :
Tindakan disiplin
Peringatan
Hukuman
Tindakan disiplin diberikan terhadap pelanggaran ringan, misalnya terlambat / tidak mengikuti kegiatan tanpa keterangan, tidak mematuhi ketertiban, kerapian dan kebersihan.
Tindakan disiplin dapat diberikan oleh Pengasuh langsung.
Tindakan disiplin tidak mengakibatkan cedera baik melalui kontak fisik secara langsung maupun tidak langsung.
Peringatan diberikan oleh Ketua STSN secara bertingkat yaitu Peringatan I dan Peringatan II.
Peringatan I diberikan terhadap pelanggaran tindakan disiplin yang sejenis sebanyak 3 kali atau pelanggaran disiplin yang berbeda sebanyak 5 kali atau pelanggaran lain yang telah ditentukan.
Peringatan II diberikan untuk 1 (satu) kali pelanggaran tindakan disiplin yang sama atau 5 (lima) kali pelanggaran terhadap tindakan disiplin yang berbeda.
Hukuman timbul sebagai akibat dari pelanggaran terhadap peringatan II yang telah diberikan atau pelanggaran terhadap Kode Kehormatan Mahasiswa / Janji Mahasiswa STSN.
Hukuman dijatuhkan oleh Ketua STSN.
Tahap penjatuhan hukuman yaitu :
Hukuman ringan
Hukuman ringan berupa skorsing maksimal selama 3 hari.
Hukuman sedang
Hukuman sedang berupa skorsing maksimal 10 hari.
Hukuman berat
Hukuman berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari pendidikan, melalui Keputusan Kepala Lembaga Sandi Negara RI.
Peringatan dan hukuman yang dijatuhkan berpengaruh terhadap penilaiaian pengasuhan mahasiswa.
Semua peringatan dan hukuman ditembuskan kepada Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan dan Kepala Satuan Pengasuhan.
Sanksi berupa hukuman ditembuskan juga kepada orang tua / wali.





BAB IV
PENUTUP

A.Kesimpulan
Setelah melihat uraian di atas tentang definisi dan sifat – sifat dari kaedah atau norma – norma sosial seperti norma kepercayaan, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma hokum, beserta dengan penerapannya dalam kehidupan mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara, dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan suatu lingkungan yang tertib dan nyaman, maka diperlukan suatu aturan atau kaedah yang mengatur setiap sikap dan perilaku anggotanya. Masing – masing kaedah tersebut memiliki sifat dan tujuan masing – masing.

B.Saran
Diharapkan paper ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa untuk mengetahui tata hukum dan norma dalam kehidupan mahasiswa STSN.

DAFTAR PUSTAKA


[1] Soekanto, Soerjono dan Purnadi Pubacaraka, “Sendi-Sendi Ilmu Hukum Dan Tata Hukum”, 1993. PT. Citra Aditya Bakti.
[2] Soekanto, Soerjono dan Purnadi Pubacaraka, “Perihal Kaedah Hukum”, 1993. PT. Citra Aditya Bakti.
[3] Mertokusum, Sudikno, “ Mengenal Hukum: Suatu Pengantar”, 2005. Liberty Yogyakarta.
[4] Buku Saku Mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara.

1 komentar:

  1. Terima kasih banyak ya....kapan-kapan saya buka lagi blog anda.....Thank's

    BalasHapus

terima kasi yah
madridista89

Daftar Blog Saya

Entri Populer